Kamis, 12 April 2012

QIRAAT

Diposting oleh Randaagustina di 22.07

DOSEN PENGASUH
Drs. Ruslan , M.ag
TUGAS TERSTRUKTUR
ILMU TAFSIR


QIRA’AT





OLEH :
RANDA AGUSTINA
1101110015

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
FAKULTAS SYARIAH
AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH
BANJARMASIN
2012



BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Qira’at
Qira’at (قرائات) adalah bentuk jamak dari kata qira’ah  (قراءة)yang secara bahasa berarti bacaan. Adapun menurut istilah : ilmu yang mempelajari tata cara menyampaikan/membaca kalimat-kalimat Al-Qur’an dan perbedaan-perbadaannya yang disandarkan kepada orang yang menukilnya.[1]
Dan secara istilah, Al-zarqani mengemukakan definisi qira’at sebagai berikut :
مذهب يذهب اٍليه اٍمام من أىٍـمة القراء مخالفا به غيره فى النطق بالقرأن الكريم مع التفاق الروايات والطرق عنه سواء أكـانت هذه المخالفة فى نطق الحروف أم فى نطق هيئاتها
Artinya :
“Suatu mazhab yang dianut oleh seorang imam qira’at yang berbada dengan lainnya dalam pengucapan Al-Quran Al-Karim serta sepakat riwayat-riwayat dan jalur-jalur daripadanya, baik perbedaan ini dalam pengucapan huruf-huruf maupun dalam pengucapan keadaan-keadaannya”.
 Definisi ini mengandung tiga unsur pokok. Pertama, qira’at dimaksud menyangkut bacaan ayat-ayat. Cara membaca Al-Qur’an berbeda dari satu imam dengan imam qira’at lainnya. Kedua, cara bacaan yang dianut dalam suatu mazhab qira’at didasarkan atas riwayat, dan bukan atas qiyas atau ijtihad. Ketiga, perbadaan antara qira’at-qira’at bisa terjadi dalam pengucapan huruf-huruf dan pengucapannya dalam berbagai keadaan.[2]
Rasul SAW bersabda :
اٍن هذا القرأن انزل على سبعة احرف فاقرؤا ماتيسر منه. {رواه البخارى ومسلم}
Artinya :
“sesungguhnya Al-Qur’an ini diturunkan atas tujuh huruf (cara bacaan), maka bacalah apa yang menurut kalian mudah” (H.R. Bukhari dan Muslim).
            Para sahabat tidak semuanya mengetahui semua cara membaca Al-Qur’an. sebagian mengambil satu cara bacaannya dari Rasul, sebagian mengambil dua cara, dan yang lainnya mengambil lebih, sesuai dengan kemampuan dan kesempatan masing-masing. Para sahabat berpencar ke berbagai kota dan daerah dengan membawa dan mengajarkan cara baca yang mereka ketahui sehingga cara baca menjadi populer di kota atau daerah tempat mereka mengajarkannya. Sehingga terjadilah perbedaan cara baca Al-Qur’an dari suatu kota ke kota yang lain. Kemudian, para tabi’in menerima cara baca tertentu dari sahabat tertentu. Para tabi’it tabi’in menerimanya dari tabi’in dan meneruskannya pula kepada generasi berikutnya. Dengan demikian tumbuhlah berbagai qira’at yang kesemuanya berdasarkan riwayat. Hanya saja, sebagian menjadi popular dan yang lain tidak, riwayatnya juga sebagian mutawatir dan yang lainnya tidak.[3]

B. Hubungan Antara Al-Qur’an dan Qira’at
            Imam Az-Zarkasyi berkata ;” Al-Qur’an dan qira’at adalah dua hakekat yang berbeda. Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW sebagai bukti kerasulan dan mukjizat. Sedangkan qira’at yaitu perbedaan lafadz-lafadz tersebut dalam huruf-hurufnya dan tata cara pengucapannya: dari takhfif, tasydid dan yang selainnya. Dan untuk qira’at harus melalui talaqqi dan musyafahah, karena dalam qira’at banyak hal-hal yang tidak bisa dibaca kecuali dengan mendengar langsung dari syekh dan musyafahah.
·         Al-Qori Al-Mubtadi {القارئ المبتدى}
Al-Qori Al-Mubtadi yaitu orang yang memulai belajar qira’at dengan mempelajari tiga qira’at terlebih dahulu tanpa menyertakan qira’at yang lain. Maksudnya : membaca Al-Qur’an dengan qa’idah tajwid yang baik dan benar setelah hafal Al-Qur’an dengan riwayat hafash. Kemudian setelah hafalannya mantap, baru mempelajari riwayat Warsy, setelah itu bisa mempelajari qira’at yang lain.
·         Al-Qori Al-Muntahi {{القارئ المنتهى
Al-Qori Al-Muntahi ialah orang yang menguasai sebagian besar qira’at yang masyhur.
·         Al-Muqri {المقرئ}
Al-Muqri ialah orang yang mengusai seluruh qira’at yang ada. Al-Muqri disebut juga dengan ‘alim bil-qira’ah {العالم بالقرائات}Muqri adalah orang yang telah bertalaqqi dan musyafahah dengan syekh yang diakui kepakarannya dalam bidang qira’at dari awal Al-fatihah sampai akhir An-Nas, baik itu dengan qira’at sab’ah atau asyroh.[4]

C. Perbedaan antara qira’at, riwayat dan thuruq
            Qira’at adalah bacaan yang disandarkan kepada salah seorang imam dari qurra’ yang tujuh, sepuluh atau empat belas. Seperti qira’ah Nafi’ qira’ah Ibnu Katsir, qira’ah Ya’qub dan lain sebagainya.
            Sedangkan riwayat adalah bacaan yang disandarkan kepada salah seorang perawi dari para qurra’ yang tujuh, sepuluh atau empat belas. Misalnya; Nafi’ mempunyai dua orang perawi, yaitu : Qolun dan Warsy. Maka disebut; riwayat Qolun ‘an Nafi’ atau riwayat Warsy ‘an Nafi’.
            Adapun yang dimaksud dengan thuruq ialah bacaan yang disandarkan kepada “akhdiz” dari para perawi qurra’; yang tujuh, sepuluh atau empat belas tadi. Misalnya; Warsy mempunyai seorang murid, yaitu Al-Azroq. Maka disebut dengan; thoriq Al-Azroq ‘an Warsy.[5]

D. Syarat-syarat Qira’at yang mu’tabar dan jenisnya
            Untuk menangkal penyelewengan qira’at yang sudah mulai muncul, para ulama membuat persyaratan-persyaratan bagi qira’at yang dapat diterima. Untuk membedakan antara qira’at yang benar dan qira’at yang aneh (شاذة), para ulama membuat tiga syarat bagi qira’at yang benar :
Pertama : Qira’at itu sesuai dengan bahasa Arab sekalipun menurut satu jalan
Kedua : Qira’at itu sesuai dengan salah satu mushaf-mushaf Utsmani sekalipun secara potensial
Ketiga : Bahwa sahih sanadnya, baik diriwayatkan dari imam qira’at yang tujuh dan sepuluh, maupun dari imam-imam qira’at yang diterima selain mereka.[6]
            Imam As-Sayuthi menukil dari ibnul jazari, bahwasanya qira’at dari segi sanad ada enam macam.
1.      Mutawatir ; yaitu qira’at yang diriwayatkan oleh orang banyak dari orang banyak yang tidak mungkin terjadi kesepakatan di antara mereka untuk berbohong
2.      Masyhur ; yaitu qira’at yang sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah SAW tetapi hanya diriwayatkan oleh seorang atau beberapa orang yang adil dan tsiqoh. Sesuai dengan bahasa Qaidah bahasa Arab dan sesuai dengan salah satu Mashaf Utsmaniyah
3.      Ahad ; yaitu qira’at yang sanadnya bersih dari cacat tetapi menyalahi rasm Utsmani dan tidak sesuai dengan qaidah bahasa Arab. Juga tidak terkenal dikalangan qurra’ sebagaimana qira’at mutawatir dan masyhur. Qira’at macam ini tidak boleh dibaca dan tidak wajib meyakininya
4.      Syadz ; yaitu qira’at yang cacat sanadnya dan tidak bersambung sampai Rasulullah SAW
5.      Maudhu’ ; yaitu qira’at yang dibuat-buat dan disandarkan kepada seseorang tanpa dasar
6.      Syabih bil Mudraj ; yaitu qira’at yang mirip dengan mudraj Dari macam-macam hadits, dia adalah qira’at yang di dalamnya ditambah kalimat sebagai tafsir dari ayat tersebut.

E. Segi-segi perbedaan qira’at
            Perbedaan dalam qira’at tidak lepas dari tiga segi :
Satu : perbedaan dari segi lafadz, tidak mana. Seperti perbedaan lafadz (الصراط), Qumbul dan Ruawis membaca dengan “sin” di seluruh Al-Qur’an, yakni : (السراط). Sementara itu Khalaf ‘an Hamzah membaca dengan isymam antara suara huruf shod dan zay, baik itu ma’rifah ataupun nakiroh dimana saja berada
Dua : perbedaan dari segi lafadz dan makna semuanya tetapi bisa digabungkan menjadi satu. Misalnya lafadz (مالك, ملك) dalm surah  Al-Fatihah. Karena maksud dari dua qira’at ini adalah Allah SWT. Sebab dialah yang mempunyai hari kiamat dan dia juga rajanya
Tiga : perbedaan dari segi lafadz dan makna tetapi tidak bisa digabungkan menjadi satu. Namun dua-duanya sesuai dari segi yang lain tanpa berlawanan. Misalnya :
#Ó¨Lym #sŒÎ) }§t«øtFó$# ã@ߍ9$# (#þqZsßur öNåk¨Xr& ôs% (#qç/Éà2
Lafadz (كذبوا), bisa dibaca dengan takhfif seperti diatas, bisa juga dibaca dengan tasydid.

F. Faedah-faedah perbeda’an qira’at
            Perbeda’an dalam qira’at mempunyai beberapa faedah, yaitu :
Pertama; keringanan dan kemudahan bagi umat islam semuanya, Khususnya kaum Arab pada masa-masa awal yang diajak berdialog oleh Al-Qur’an, padahal mereka terdiri dari banyak qabilah dan suku. Di antara mereka banyak terdapat perbedaan logat, tekanan suara, cara penyampaian dan penamaan sebagian benda
Kedua; Qira’at, baik itu Mutawatir, Masyhur ataupun Syadzzah, bisa membantu dalam bidang tafsir
Ketiga; lebih tampak mukjizatnya Al-Qur’an dari segi ringkasnya.
Keempat; termasuk manfaat dari perbedaan qira’at adalah meluruskan aqidah sebagian orang yang salah faham dalam penafsiran Allah tentang sifat surge dan penghuninya.
Kelima; merupakan keutamaan dan kemuliaan umat Nabi Muhammad SAW atas umat-umat pendahulunya.
G. Macam-macam qira’at dari segi jumlah
Sebutan untuk jumlah qira’at ada bermacam-macam ada qira’at enam . qorta’at tujuh , qira’at delapan, qiro’at sepuluh, qiroa’at sebelas, qira’at tiga belas dan qora’at empat belas. Tetapi dari sekian macam jumlah qora’at yang di bukukan , hanya tiga macam qira’at yang terkenal yaitu :
·         Qira’at sab’ah : ialah qira’at yang di nisbatkan kepada para iman qurro’ yang tujuh yang mashyur. Mereka adalah Nafi’ , ibnu katsir , ibnu amru, ibnu amir, ashim, Hamzah , dan Kisa’i.
·         Qiraat asyroh : ialah qira’at sab’ah di atas di tambah dengan tiga qira’at lagi , yang di sandarkan kepada : Abu ja’far , Ya’qub dan Khalaf Al-Asyir.
·         Qiraat arba’ asyroh : ialah qira’at asyroh yang lalu di tambah muhaishin , Al-yazidi , Hasan Al-Bashri dan Al-A’masy.
Dari tiga macam qiroat ini, qiroat sab’ahlah yang paling mashyur dan tekenal, menyusul qiroat asyroh.

H. Para Qurra
1.      Qira’ar Abdullah ibn Katsir ad dary di Mekkah (wafat tahun 120 H)
Beliau bertemu beberapa sahabat antaralain : Anas Ibn Malik , Abdullah Ibn Zubair , Abu ayyub Al-Anshary.
2.      Qira’at Nafi’ ibn Abdur Rahman Ibn Nu’ain di Madinah (wafat tahun 169 H )
Menerima Qira’at dari 70 tabi’in yang telah mempelajari qira’at dari pada Ubay Ibn Ka’ab, Abdullah Ibn Abbas dan Abu Hurairah .
3.      Qira’at Abdullah Al Yashaby yang terkenal dengan nama Ibnu Amir di syam (wafat tahun118 H)
Mengambil qira’at dari Al Mughirah ibn syu’bah Al-machzumy, yang mengambil dari Utsman ibn affan dan beliau bertemu dengan bebrapa sahabat. Di antara lain An nu’man ibn Basyir Wailah ibn Asqa’.
4.      Qira’at Abu Amr dan Ya’qub Ibn Amr di Basrah , (wafat tahun154 H).
Beliau menerima qira’at Mujahid Ibn Jabr, Sa’id Ibn Jubair yang menerima qira’at dari pada Abdullah Ibn Abbas , yang menerima dari Ubay Ibn Ka’ab.
5.      Qira’at ya’qub adalah Ya’qub Ibnu Ishaq Al-Hadramy (Wafat tahun 205 H).
Menerima qir’at dari pada Salam Ibn Sulaiman Ath Thawil yang menerima dari pada Ashim dan Abu Amr.
6.      Qiraat Hamzah dan Ashim di Khuffah. Hamzah ialah Ibnu Habib Az-zaijat Maula Ikhrimah ibn Raby At-taimy (wafat tahun 118 H).
Dia mempelajari qira’at dari Sulaiman Ibn Mihran Al- a’masj. Yang menenerima dari Utsman, Ali dan Ibnu Mas’ud.
7.      Qira’at Ashim Ibnu Nadjud Al-Asady (wafat tahun 127 H).
Mempelajari qira’at pada  Zurr Ibnu Hubaisy  yang belajar pada Abdullah ibn Mas’ud.[7]



I.       Perkembangan qira’at
Qira'at sab'ah populer diseluruh negara Islam pada permulaan abad kedua hijriyah. Di Bashrah orang membaca menurut qira'at Abi Amr dan Ya'qub. Di Kufah menurut qira'at Hamzah dan Ashim, di Syam menurut qira'at Ibnu Amir, di Makkah menurut qira'at Ibnu Katsir dan di Madinah menurut qira'at Nafi'.





DAFTAR PUSTAKA
Zulfidar Akaha Abduh, Al-Qur’an dan Qira’at, Jakarta. Pustaka Al-Kautsar, 1996
Syadali Ahmad, Ulumul Qur’an I,Bandung .CV Pustaka Setia, 1997
Hasbi ash shiddieqy, Ilmu2 Alqu’an media2 pokok dalam mentafsirkan Al-qur’an ,Bulan Bintang , Jogjakarta 1972


[1] Zulfidar Akaha Abduh, Al-Qur’an dan Qira’at, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 1996), hal 118
[2] Syadali Ahmad, Ulumul Qur’an I, (Bandung : CV Pustaka Setia, 1997), hal 224-225
[3] Syadali Ahmad, Ulumul Qur’an I, (Bandung : CV Pustaka Setia, 1997),  hal 226-227
[4] Zulfidar Akaha Abduh, Al-Qur’an dan Qira’at, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 1996), hal 119
[5] Ibid, hal 120
[6] Syadali Ahmad, Ulumul Qur’an I, (Bandung : CV Pustaka Setia, 1997),  hal 227-228
[7] Hasbi ash shiddieqy, Ilmu2 Alqu’an media2 pokok dalam mentafsirkan Al-qur’an ,Bulan Bintang , Jogjakarta 1972 . hal. 134.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Randa Agustina Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea